HAKIKAT PENDIDIKAN
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global.
Redja Mudyaharjo, dalam bukunya Pengantar Pendidikan ”Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia” menyatakan tentang asumsi pokok pendidikan yaitu :
1. Pendidikan adalah actual,artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
2. Pendidikan adalah formatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik; dan
3. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
Untuk memperluas cakrawala tentang pengertian pendidikan selanjutnya berikut ini adalah beberapa pengertian pendidikan yang didasarkan pada pandangan teoritik tertentu, dan menurut kebijakan pendidikan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Pandangan ini merujuk pada konsep yang ada pada kajian sosiologi dan antropologi. Disiplin ilmu yang memperlajari tentang institusi dan kebudayaan masyarakat. Dalam hal ini pendidikan diartikan sebagai aktivitas pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Melalui pendidikan inilah kepercayaan, nilai-nilai, adat-istiadat, bahasa, sistem moral di wariskan dan dilestarikan antar generasi. Dengan tujuan untuk membekali generasi muda dengan sistem nilai, adat, kebiasaan, dan keterampilan yang dipandang akan berguna bagi kehidupannya di masa depan kelak. Disamping itu, dengan konsep pendidikan ini pula, nilai-nilai dan adat kebiasaan yang dipandang baik akan tetap lestrari. Menurut pandangan Nana Syaodih Sukmadinata (2004) konsep pendidikan yang menekankan pada upaya pewarisan nilai masa lampau kepada generasi selanjutnya masuk ke dalam kategori teori atau konsep pendidikan klasik.
2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Menurut pandangan ini, “pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik” (Tirtarahardja dan Sulo, 2005:34). Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentuan peribadi yang membekali generasi muda dengan sistem nilai, adat, kebiasaan, dan keterampilan yang dipandang akan berguna bagi kehidupannya di masa depan kelak. Disamping itu, dengan konsep pendidikan ini pula, nilai-nilai dan adat kebiasaan yang dipandang baik akan tetap lestrari. Menurut pandangan Nana Syaodih Sukmadinata (2004) konsep pendidikan yang menekankan pada upaya pewarisan nilai masa lampau kepada generasi selanjutnya masuk ke dalam kategori teori atau konsep pendidikan klasik belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa, atau yang sudah dewasa melalui upayanya sendiri. Bentuk yang kedua di sebut juga dengan pendidikan diri sendiri, yang dalam istilah pendidikan Belanda disebut dengan zelf vorming.
Inti dari pengertian pendidikan menurut pandangan ini adalah bahwasanya pengembangan diri itu sifatnya alamiah dan merupakan keharusan. Pembentukan pribadi itu terjadi akibat adanya kontak dengan lingkungan pendidikan tertentu. Bayi yang terlahir baru sebatas sebagai individu, belum menjadi pribadi yang utuh. Untuk menjadi pribadi yang utuh perlu adanya bimbingan, latihan dan pengalaman yang diperoleh dari pergaulan dengan lingkungan. Pengembangan pribadi ini mencakup cipta, rasa dan karsa atau kognitif, afektif, dan psikomotor.
Disiplin ilmu yang paling jelas mendasari atau sejalan dengan pengertian pendidikan kategori ini adalah psikologi.
3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara
Pendidikan adalah suatu proses terencana untuk penyiapan peserta didik agar menjadi warganegara yang baik (civilization). Batasan warga negara yang baik di sini tentu saja bergantung kepada batasan baik yang berlaku atau digunakan oleh suatu negara tertentu. Ada kemungkinan perbedaan definisi warganegara yang baik antara satu negara dengan negara lainnya, disamping anggapan baik yang universal berlaku diberbagai negara. Disiplin ilmu yang mendasari definisi pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara agar menjadi warga negara yang baik yaitu ilmu politik. Dalam kategori teori pendidikan Sukmadinata, masuk ke dalam teori pendidikan sosial/interaksi sosial.
4. Pendidikan sebagai proses penyiapan tenaga kerja
Selanjutnya pengertian pendidikan yang didasarkan pada disiplin ilmu ekonomi. Dalam hal ini, pendidikan dipandang sebagai pemberian bekal kepada peserta didik agar mampu bekerja. Bekal yang diberikan dalam pendidikan berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan kerja. Selain itu, dalam pengertian pendidikan ini terkandung makna lainnya yaitu memandang pendidikan sebagai suatu investasi. Dimana suatu saat nanti, dari investasi yang ditanamkan dalam pendidikan akan memberi balikan yang lebih besar.
Dalam pandangan Nana Syaodih Sukmadinata, konsep pendidian yang menekankan pada upaya pemberian dan pembentukan kemampuan kerja masuk ke dalam kategori konsep pendidikan teknologis.
Dari sekian pengertian di atas, bahkan mungkin masih ada pengertian pendidikan lainnya, semestinya kita bisa mengharmonikan keseluruh definisi tersebut. Karena, dalam anggapan penulis, tak satupun dari definisi tersebut yang lengkap, masih bersifat parsial artinya tertumpu pada suatu pandangan tertentu. Untuk mencapai definisi yang lengkap, sesuai dengan karakteristik dimensi kehidupan manusia yang kompleks, maka kita bisa menggunakan semua definisi itu secara komprehensif dan proporsional. Artinya pendidikan harus mencakup unsur pengembangan dengan porsi yang dalam pelaksanaannya diselaraskan dengan umur, jenjang, dan jenis pendidikannya. Sehingga upaya mengembangkan individu bisa utuh.
Permasalahan yang mengemuka dari batasan-batasan pendidikan di atas adalah mengenai budaya apa, pribadi seperti apa, warga negara yang bagaimana, serta kemampuan kerja apa dan dengan kualifikasi bagaimana yang harus dimiliki peserta didik? Tidak mudah memang untuk menjawab permasalahan ini. Karena setiap definisi memiliki pandangan dasar atau orientasi pendidikan yang berbeda, dimana orientasi ini merupakan basic concept yang akan menentukan arah kemana pendidikan akan di bawa, serta proses pendidikan seperti apa yang harus diselenggarakan. Sehingga dengan demikian, terbuka ruang debat diantara berbagai pandangan yang berbeda tersebut.
Kasus rivalitas antara berbagai pandangan pendidikan pernah terjadi di beberapa negara maju, diantaranya di Inggris yaitu antara pandangan perenialisme yang menekankan pentingnya pendidikan menekankan pada pengembangan intelektual melalui pengkajian subject matter dan progresivisme yang menekankan pengembangan pribadi, sekitar tahun 1960-1970-an (John Boyd, 1984). Kemudian di Amerika dalam dasawarsa yang hampir sama dengan di Inggris, terjadi debat antara pandangan progresivisme dan essensialisme yang menekankan pendidikan untuk penyiapan kerja (Ralph W. Tyler, 1975). Kasus di dua negara tersebut terselesaikan dengan cara mempertemukan pihak-pihak yang berbeda pandangan tersebut untuk duduk bersama dan mengkaji tujuan pendidikan nasional. Melihat tujuan dan kepentingan yang lebih luas, tidak mementingkan tujuan dan kepentingan yang berdasarkan pandangan sempit, isme pendidikan yang parsial dan isoterik.
Sekaitan dengan itu, untuk menjembatani adanya ragam pengertian pendidikan sebagai mana telah dipaparkan di muka, ada baiknya kita lihat bagaimana definisi pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidian Nasional Indonesia dinyatakan, bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Himpunan Perundang-undangan RI tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2005:11).
Definisi pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia tampak mencakup tekanan yang menjadi perhatian semua definisi pendidikan yang diajukan berdasarkan suatu pandangan tertentu, yang dipaparkan sebelumnya. Dalam pengertian pendidikan menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di dalamnya mencakup unsur pengembangan individu sebagai mahluk ciptaan Tuhan, pengembangan kemampuan personal, pengembangan kemampuan dan kegunaan sosial, pengembangan sebagai warga masyasarakat dan warga negara. Artinya definisi pendidikan menurut Undang-undang Sisdiknas lebih komprehensif dan lengkap.
b. Fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia
Secara general, pendidikan setidaknya memiliki dua fungsi yaitu konsevarsi dan fungsi kreasi, fungsi konservasi. Fungsi konservasi yaitu pendidikan memiliki fungsi untuk mempertahankan segala sesuatu yang telah yang dianggap baik. Fungsi konservasi merujuk pada suatu asumsi bahwa terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma, kebiasaan, sifat-sifat kemanusiaan dan lain sebagainya yang dijunjung tinggi, dipandang berharga, berguna dan penting untuk dipertahankan. Dalam hal ini sejalan dengan konsep pendidikan atau pengertian pendidikan sebagai proses transformasi budaya.
Kedua fungsi kreasi. Fungsi kreasi pendidikan adalah fungsi untuk membuat atau mengembangkan kehidupan dengan segala aspeknya. Fungsi kreasi berlandaskan pada suatu asumsi bahwa realitas tidak bersifat terberi (given) sebagaimana yang diajarkan sain modern. Akan tetapi realitas terwujud oleh kehadiran partisipan. Seluruh anggota semesta berpartisipasi dalam mewujudkan realitas, termasuk di dalamnya manusia. Dengan demikian, manusia baik secara individual maupun kelompok memiliki peran untuk merajut realitas yang diinginkannya namun tetap dengan mempertimbangkan lingkungannya, sehingga realitas yang dirajutnya bisa diterima oleh lingkungan.
Oleh karena itu, pendidikan diharapkan dapat menemukenali dan mengembangkan potensi yang dimiliki individu agar selain mampu memahami perubahan juga bisa melakukan perubahan. “Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehinggga pelajar-pelajar harus kita didik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka menjadi dikuasai oleh perubahan (J.A. Battle & Robert L.Shanon; Syarifudin, 2006:10).
Fungsi pendidikan sebagai fungsi kreasi, sejalan dengan pengertian pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pembentukan warga negara, dan pembentukan kemampuan kerja. Penjelasan kedua fungsi pendidikan di atas serta kesesuaiannya dengan pengertian pendidikan yang telah dibahas sebelumnya, memperkuat pernyataan bahwasanya seluruh pengertian pendidikan, atau lebih tepatnya pemaknaan pendidikan, yang ada semestinyalah bisa diakomodir dalam praktik karena tidak ada pengertian yang sempurna dan bahwasanya kehidupan ini kompleks sehingga tidak mungkin masalah kehidupan, khususnya dalam upaya pengembangan manusia, dipecahkan hanya oleh satu pandangan atau teori tertentu saja.
0 Comments:
Posting Komentar